Jumat, 15 Maret 2013

Cincin Malaikat

Bel akhirnya berbunyi yang artinya saat yang ditunggu-tunggu datang, makan siang. Segera aku mengambil bekal dari dalam tas dan pergi ke taman. Aku lebih suka makan bekal di taman, di bawah pohon bunga sakura yang hanya mekar pada musim semi.
“Sully.. “ teriak Krystal memanggilku.
Ya, namaku Sully, Kim Sully, siswi SMA kelas 2C. Krystal, dia teman baikku. Sejak SD, SMP hingga SMA kami selalu satu sekolah, tahun ini kali pertama aku tidak satu kelas dengannya.
“Kamu udah selesai makan? Ihhh cepatnya Tanya ku kagum.
“Iya sudah” jawabnya sambil tertawa.
“Eh, itu Ryan” sambung Krystal.
Ryan ialah senior kami, dia sangat manis dan juga sopan. Aku akan tersenyum hanya dengan  mengingatnya. Ryan sedang berjalan di koridor menuju kelasnya 3B. Sebelum naik ke tangga dia terlihat menatap ke arah kami.
Tiba-tiba Krystal berbisik padaku
“Aku lihat, kamu lihat juga ?”.
 Kata-katanya membuatku sedikit tersentak dari lamunanku akan Ryan tadi.
“Kamu ngomong apaan sih? Jangan horor siang-siang begini” balasku.
Akupun beranjak kembali ke kelas bersama Krystal.
            Di kelas sedang belajar bahasa inggris, di saat yang lain sedang fokus menyimak pelajaran aku malah kebelet ingin buang air kecil.
“Excuse me, mom. Could I go to toilet?” Tanya ku pada guru kami.
“Yes, Please”.          
Segera aku berlari dengan tergesa-gesa menuju toilet. Ketika melewati kelas 3B, aku teringat Ryan, perlahan aku mundur beberapa langkah.
“Itu Ryan” ucapku dalam hati.
Namun, sebelum aku beranjak pergi dia melihat dan tersenyum ke arah ku. Aku segera melihat ke sekeliling.
“Dia tersenyum ke siapa?” tanya ku dalam hati.
Kembali aku menatapnya, dia terus memandangku seperti menunggu sesuatu. Hingga akhirnya aku tersenyum membalas senyumnya. Kembali dia tersenyum ke arahku, akupun merasa lega. Segera aku kembali berlari ke toilet dengan terburu-buru.
            Hari baru, hari ini seperti biasanya, duduk memakan bekal makan siang di taman. Tapi, kali ini tanpa Krystal karena dia harus pergi ke makam ibunya.
“Hari ini pasti sepi tanpa Krystal” ucapku, sambil memandang bunga sakura yang kuncupnya sudah mulai mekar.
Tiba-tiba suara lembut itu memecah keheningan.
“Tidak akan sesepi itu” ucapnya.
Aku berbalik dan ya.. itu Ryan.
“Kamu sangat suka taman yah?” sambungnya.
Aku hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala.
“Bekal makan siangmu apa?” tanyanya dengan manis.
“Nasi omlet, chicken teriyaki, yakiniku, roll egg dan miso soup”.
“Kamu yang buat?” Tanya Ryan.
“Iya” jawabku dengan wajah yang memerah.
“Aku juga suka masak” balas Ryan.
            Terdengar suara seseorang yang memanggil Ryan dari kejauhan. Dia Luna, salah satu atlit Kendo sekolah kami sama seperti Ryan. Dia dan Ryan sangat dekat, banyak yang bilang mereka seperti saudara karena memiliki banyak kesamaan. Tapi tetap saja menurutku tidak, Luna itu sedikit angkuh, jauh berbeda dengan Ryan yang ramah.
“Ryan kita dipanggil Sensei buat ngelatih Junior” sambung Luna.
“Iya” jawab Ryan sambil tersenyum.
Ryan memandang ke arah ku
“Aku akan pergi, makasih udah nemenin ngobrol”ucap Ryan.
Dalam perjalanan pulang aku sempat berfikir tentang Luna yang menarik tangan Ryan pergi, juga senyum manis Ryan yang ternyata bukan cuma untukku. Sepertinya aku tidak biasa berharap banyak.
Pagi yang cerah menyapa, membuatku yakin hari ini sekolah akan jauh lebih menyenangkan. Belum selesai aku memakai sepatu, terdengar suara Krystal memanggilku. Aku berlari keluar rumah.
“Ibu, aku berangkat”
“Krystal.. kamu sudah pulang dari Osaka?” tanyaku.
“Iya, tadi malam” jawab Krystal.
“Astaga.. Ipod ku tertinggal” teriak Krysral panik.
Dia memang tidak pernah terpisah dari ipodnya itu.
“Pinjam sepedamu dulu yah!” mintanya sambil mengayuh sepeda dengan terburu-buru.
Aku hanya dapat tersenyum melihat tingkahnya itu.
            Sesampainya di sekolah bel telah berbunyi, aku pun bergegas ke kelas. Tapi, langkahku terhenti ketika Krystal berkata
“Sully, aku ada oleh-oleh dari Osaka, aku kasih saat istirahat makan siang yah” ucapnya sambil tersenyum.
Bel istirahat berbunyi, akupun telah selesai dengan bekalku. Tapi, Krystal belum datang juga. Bunga sakura tempatku biasa duduk makan siang sudah bermekaran dengan cantiknya. Aku menutup mata menikmati aroma musim semi.
“Hai.. “
Aku terkejut mendengar suara Krystal. Dia menatapku dengan mata yang berbinar-binar sambil menggenggam sesuatu di tangannya.
“Cincin?” tanyaku binggung.
“Ini bukan cincin sembarangan tau.. ini.. ini.. ini“ ucap Krystal untuk buatku penasaran.
“Ini apa sih, kasih tau?” ucapku penuh rasa ingin tahu, dia benar-benar sukses membuatku penasaran.
“Ini Cincin Malaikat” jawab Krystal nyaris berbisik.
            “Heeeh? Yakin ngga’ berlebihan bilang itu Cincin Malaikat? Idiihh, ada-ada aja nah”
Di saat bersamaan terlihat Ryan dan Luna yang masih mengenakan baju Kendo berjalan bersama. Mereka terlihat sangat serasi, sedikit sulit untukku. Apa yang dikatakan Krystal pun tidak lagi aku dengarkan. Krystal menepuk bahu ku sambil berkata
“Kamu suka Ryan kan?” tunjuknya ke arah Ryan dan Luna.
“Heeh.. kenapa tunjuk-tunjuk sih?” ucapku sambil menarik tangannya pergi.
“Kamu jelas suka Ryan kan?.. ini bisa di pakai” ucap Krystal sambil mengayun-ayunkan tangan ku yang menariknya.
“Sinari cahaya bulan satu malam penuh dan pakailah maka dia akan berbalik menyukaimu” sambung Krystal dengan suara tegas.
Seketika ku berbalik menatap Krystal, begitu banyak pertanyaan yang ada di benakku yang tidak dapat terungkapkan.
“Mungkinkah?” tanyaku.
“Tentu saja ” jawabnya sambil menyodorkan secarik kertas padaku.
            Malam sangat cerah dengan banyak bintang dan bulan yang tampak lebih besar dari biasanya. Cahaya peraknya masuk dari jendela kamar memenuhi ruangan. Cincin dan kertas dari Krystal terus kupandang, berfikir akan kata-katanya di taman tadi. Telah aku putuskan, ku genggam cincin itu dengan erat dan mulai membaca isi kertas itu.

Hanya sebuah cincin biasa
Bersama  cahaya bulan dan jutaan bintang
Setetes ketulusan kasih
Dan sebuah kelapangan jiwa

Kau untukku

 “Ryan…” sambungku, sambil meletakkan cincin di jendela kamar.
Pohon sakura di taman sudah mulai berguguran, musim semi yang menyenangkan.
“Aku tunggu hari ke-3, hari ke-3 setelah semua bunga mekar kan hari yang paling tepat buat nikmatin betapa cantiknya pohon sakura?” ucap Krystal padaku.
“Pohon sakura itu kasihan yah? setelah seluruh bunganya bermekaran, bukannya 3 hari kemudian bunga-bunga itu akan menghilang, bahkan ngga’ selang beberapa saat setelah bunganya mekar mereka udah mulai berguguran. Bukankah itu artinya bunga sakura mekar hanya untuk gugur” tuturku panjang lebar.
“Sully, kemana aja kamu pas pelajaran sastra Jepang? kenapa pikiranmu sedangkal ini?” balas Krystal.
“Dangkal?” balasku sambil mengerutkan mata ke Krystal.
“Yang tadi kamu bilang, bukannya  justru itu mengambarkan betapa mengagumkannya bunga sakura. Singkatnya gini, Bunga sakura tidak hanya cantik saat mekar bahkan saat gugurpun juga akan jauh lebih cantik. Nilai filosofinya sangat dalam tau!!” sambung Krystal.
“Benarkah?” balasku.
“Cincin itu, kamu pakai kan? Jangan di lepas!” ucap Krystal.
Aku tersenyum sambil menunjukkan jari manisku yang mengenakan cincin itu.
            “Tapi longgar, ini ukuran siapa, ukuran mu kan? Dasar gendut” ucapku menggoda Krystal.
            Ketika kembali ke kelas, aku menemukan sebuah kertas di dalam tasku.

Pulang sekolah aku mau ngobrol, aku tunggu di taman.
Ryan :)

“Ini dari Ryan?” ucapku dalam hati.
Aku memandang cincin di tanganku
            “Mungkinkah?”
Aku terkejut mendengar suara yang nyaris berteriak ke arah ku.
“Sully, ada yang ingin di tanyakan?” Tanya guru matematika yang sedang mengajar.
“Ya ampun, aku pikir aku berbicara dalam hati” ucapku berbisik sambil tersenyum malu.
Aku berjalan dengan pelan di koridor. Dari jauh terlihat Ryan yang sedang berdiri di bawah pohon sakura.
“Ryan..” ucapku.
Dia kelihatan sedikit terkejut.
            “Sully, aku pikir kamu ngga’ bakalan datang” balas Ryan.
            “Bagaimana mungkin” jawabku.
Dan tanpa disangka kami mengatakan satu kata bersamaan yang membuat kami sedikit canggung.
            “Aku” kata itu yang terucap.
Entah apa yang ingin di katakana Ryan padaku
            “Kamu duluan!” ucapku
            “ Aku.. aku.. aku suka” ucap Ryan  terbata-bata
“Aku suka makan ramen” lanjutnya
Aku tertawa mendengar apa yang dia ucapkan.
            “Kamu lagi!” ucap Ryan.
            Mm.. Aku juga suka” balasku
“Aku juga suka makan ramen” lanjutku lagi.
Dia tersenyum dengan wajah merah, senyum tulus yang selalu ingin aku lihat dari dekat, seperti saat ini.
            “Aku mau pergi makan ramen” ucap Ryan.
            “Sendirian?” tanyaku.
            “Mau temenin aku makan ramen?” balas Ryan bertanya padaku.
Dengan segera aku menjawab “Mau”
Kami tiba di sebuah kedai Ramen.
“Selamat datang” sapa paman pemilik kedai.
Dia dan Ryan tampak akrab, sepertinya Ryan sering makan ramen disini.
            “Seperti biasanya yah paman, 2 porsi”ucap Ryan
“Sering ke sini yah?” tanyaku padanya.
“Iya, ramen disini enak sekali” jawabnya dengan mata yang berbinar sambil mengacungkan kedua jempol.
Ini pertama kalinya aku dan Ryan makan bersama. Tidak pernah terfikir olehku ini mungkin terjadi.
            “Ramen tadi benar-benar enak” ucapku padanya.
            “Benarkah? Tentu saja” balasnya sambil tersenyum.
            “Aku antar pulang yah?” sambungnya.
Aku terdiam menatap matanya yang menatapku lembut.
            “Iya” jawabku.
Ku buka pintu rumah, kaki ku rasanya tidak ingin melangkah pergi meninggalkan Ryan. Yang ada di pikiran ku adalah kapan aku dan dia bisa bersama seperti ini lagi, apa setelah ini semua akan berakhir sampai disini?.
            Tiba-tiba “Sully!!” Ryan berteriak memanggilku
“Besok jam 3, Taman Sakura di dekat stasiun, aku tunggu yah!
Aku tersenyum dan memberikan isyarat tangan padanya.
“jam 3” ucapku pelan nyaris berbisik sambil mengangkat ketiga jariku.
Pagi yang cerah, aku terbangun dari tidurku.
“Cincin ini Cincin Malaikat”, beneran ngga’ sih?”ucapku sambil memikirkan kejadian bersama Ryan kemarin.
Cincin itu sepertinya memang cincin malaikat pikirku sambil menatap cincin longgar yang ada di jari manisku.
“Sully, sudah bangun? Cepat mandi, lalu sarapan!” teriak ibuku dari ruang makan.
“Iya, bu” jawabku.
Aku dan Krystal sedang makan bekal makan siang di taman. Krystal sangat terkejut mendengar cerita ku soal Ryan.
            “Jadi kalian makan ramen sama-sama? Curang aku kan juga suka ramen” canda Krystal
            “Aku engga’ nyangka deh cincin ini secepat itu bereaksi” ucapku.
            “Aku juga ngga’ percaya” balas Krystal.
            “Heeh.. gimana sih kamu ini, bukannya kamu yang ngasih?” sanggahku.
Krystal hanya membalas perkataanku dengan senyuman.
            Sudah hampir jam 3, aku masih sibuk memilih baju mana yang akan ku kenakan, dan aku memilih satu baju yang kurasa tepat. Aku pun sempat memikirkan Ryan akan pakai baju apa nanti, karena ini kali pertama kami bertemu tanpa mengenakan seragam sekolah. Sesampaiku di Taman Sakura, aku melihat ke sekeliling tapi Ryan sepertinya belum datang. Taman sangat sesak dipenuhi banyak pengunjung, baru teringat olehku bahwa ini adalah hari ke-3 paska mekarnya bunga sakura. Hari ke-3 paska mekarnya bunga sakura adalah fase tercantik bunga sakura karena pada hari ini semua bunga dari pohonnya akan berguguran dan inilah yang dinanti-nantikan masyarakat Jepang kebanyakan, untuk diabadikan dengan berfoto di bawah sakura yang berguguran.
            “Sully” teriak seseorang memanggilku dari kejauhan.
            “Nah, itu Ryan” ucapku sambil melambaikan tangan padanya.
Dia sangat manis dengan atasan kaos Louie V berwarna putih dan skinny jeans biru yang ia kenakan, manis dan kece di saat yang bersamaan. Dengan senyum tulusnya dia berjalan mendekatiku.
“Ayo! Jalan ke sana, di sana pohon sakuranya besar banget” ucapnya antusias.
“Iya”
Kami pun berjalan menikmati indahnya pohon sakura, dan Ryan juga mentraktirku ice cream dia mengatakan dia juga sering beli ice cream di situ, sepertinya dia memang tukang jajan. Lalu ketika kembali melanjutkan berkeliling  ke bagian taman yang lain, Ryan menggapai tanganku dan menggenggamnya erat. Meski terus berjalan mengelilingi taman, namun bukan lagi bunga sakura yang menarik perhatianku. Aku sibuk dengan jantungku yang berdebar. Tiba-tiba aku tertabrak seseorang, aku merasakan cincin itu terlepas dari tanganku  dan di saat yang bersamaan genggaman Ryanpun ikut terlepas. Aku kehilangan keduanya, aku benar-benar merasa sendirian.
Aku berhenti dari tangisku, ketika aku membuka mata ternyata aku telah berada di bawah pohon sakura di taman sekolah. Tidak terasa aku telah berjalan ke sekolah dan duduk menangis di sini.
“Benar-benar memalukan, kenapa aku sebodoh ini? Harusnya dari awal memang ngga’ perlu” ucapku sambil menangis tersedu-sedu.
“Kenapa kamu ninggalin aku? suara Ryan terdengar olehku.
Tapi aku berpikir, itu tidak mungkin dia dan pasti hanyalah ilusiku saja. Namun, ketika aku berbalik untuk memastikan, ternyata itu benar Ryan.
“Bagaimana kamu bisa ada disini?”  tanyaku.
            “Bukankah harusnya aku yang bertanya, Sully?”
            “Bagaimana kamu biasa ada sini? Menangis meninggalkan aku sendiri” sambungnya.
            Aku berhenti menangis dan terdiam tanpa sepatah katapun yang bisa terucap, perasaanku bercampur aduk tidak karuan karena Ryan.
            “Kamu tau ngga’ perasaan aku waktu kamu ngelepasin genggaman tangan aku? Rasanya tuh kaya ditolak mentah-mentah” Ucap Ryan.
            “Itu bukan” belum sempat aku menyelesaikan perkataanku  Ryan langsung memotong.
“Terlebih lagi kamu pergi ninggalin aku, ngga jelas mau kemana? Kenapa? Dan bagaimana bisa kamu setega itu?” ucapnya. Tatapan matanya yang lembut itu seperti tidak lagi mampu diarahkan padaku, dia yang seperti itu buatku kembali menangis.
            “Maafin aku, cincin itu aku menghilangkannya” ucapku sambil menangis.
            Ryan menempatkan tangannya di bahuku. Terlihat jelas dia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang aku katakan.
            “Kamu ngomong apaan sih? Maksudnya apa, Sully?”  Tanyanya.
            “Aku pakai cincin itu supaya kamu suka aku Ryan” jawabku
Dia tertunduk dan terdiam seolah mencoba menerjemahkan maksud perkataan ku yang sedang menangis.
            “Aku memakainya sejak kemarin dan aku memang cuma seorang pembohong, kalo kamu benci sama aku, aku ngga’ bakalan marah, aku juga ngga’ bakalan balik benci sama kamu Ryan.. Aku”
            “Dasar bodoh!!” potong Ryan berteriak..
Aku berhenti dari tangisku, ini pertama kalinya aku melihatnya marah. Dia terdiam menatapku.
            “Aku menyukaimu sejak dulu, sejak pertama” ucapnya.
Aku terdiam mendengar perkataannya yang mengejutkan hati.
            “Mungkinkah dia menyukaiku?”
Dia menyentuh tanganku dan berkata “Jangan pernah lepaskan tangan ini!”
HP ku berbunyi, ada sms Krystal.

Sully, maaf yah sebelumnya. Sebenarnya cincin itu, aku cuma bohong. Aku yakin banget serius, kalian itu saling suka. Tapi, cuma kurang satu hal aja kepercayaan akan cinta. Aseek!!

Aku terdiam menatap Ryan. Dia lalu membaca sms Krystal itu. Dia memandangku lalu tersenyum dan memelukku sambil berkata.
“Percayalah!” ucapnya.
“Sudah yah, jangan nangis-nangis lagi! Cengeng banget sih” lanjut Ryan.
“ngga’papa kali!” balasku.
“Kita harus percaya cinta kan? Aku yakin”
Sangat sulit untuk di percaya tapi inilah kenyataannya.

TAMAT


Oleh : Marga Rita XII IPA 1

CINCIN MALAIKAT




Bel akhirnya berbunyi yang artinya saat yang ditunggu-tunggu datang, makan siang. Segera aku mengambil bekal dari dalam tas dan pergi ke taman. Aku lebih suka makan bekal di taman, di bawah pohon bunga sakura yang hanya mekar pada musim semi.
“Sully.. “ teriak Krystal memanggilku.
Ya, namaku Sully, Kim Sully, siswi SMA kelas 2C. Krystal, dia teman baikku. Sejak SD, SMP hingga SMA kami selalu satu sekolah, tahun ini kali pertama aku tidak satu kelas dengannya.
“Kamu udah selesai makan? Ihhh cepatnya Tanya ku kagum.
“Iya sudah” jawabnya sambil tertawa.
“Eh, itu Ryan” sambung Krystal.
Ryan ialah senior kami, dia sangat manis dan juga sopan. Aku akan tersenyum hanya dengan  mengingatnya. Ryan sedang berjalan di koridor menuju kelasnya 3B. Sebelum naik ke tangga dia terlihat menatap ke arah kami.
Tiba-tiba Krystal berbisik padaku
“Aku lihat, kamu lihat juga ?”.
 Kata-katanya membuatku sedikit tersentak dari lamunanku akan Ryan tadi.
“Kamu ngomong apaan sih? Jangan horor siang-siang begini” balasku.
Akupun beranjak kembali ke kelas bersama Krystal.
            Di kelas sedang belajar bahasa inggris, di saat yang lain sedang fokus menyimak pelajaran aku malah kebelet ingin buang air kecil.
“Excuse me, mom. Could I go to toilet?” Tanya ku pada guru kami.
“Yes, Please”.
Segera aku berlari dengan tergesa-gesa menuju toilet. Ketika melewati kelas 3B, aku teringat Ryan, perlahan aku mundur beberapa langkah.
“Itu Ryan” ucapku dalam hati.
Namun, sebelum aku beranjak pergi dia melihat dan tersenyum ke arah ku. Aku segera melihat ke sekeliling.
“Dia tersenyum ke siapa?” tanya ku dalam hati.
Kembali aku menatapnya, dia terus memandangku seperti menunggu sesuatu. Hingga akhirnya aku tersenyum membalas senyumnya. Kembali dia tersenyum ke arahku, akupun merasa lega. Segera aku kembali berlari ke toilet dengan terburu-buru.
            Hari baru, hari ini seperti biasanya, duduk memakan bekal makan siang di taman. Tapi, kali ini tanpa Krystal karena dia harus pergi ke makam ibunya.
“Hari ini pasti sepi tanpa Krystal” ucapku, sambil memandang bunga sakura yang kuncupnya sudah mulai mekar.
Tiba-tiba suara lembut itu memecah keheningan.
“Tidak akan sesepi itu” ucapnya.