Bel akhirnya
berbunyi yang artinya saat yang ditunggu-tunggu datang, makan siang. Segera aku
mengambil bekal dari dalam tas dan pergi ke taman. Aku lebih suka makan bekal
di taman, di bawah pohon bunga sakura yang hanya mekar pada musim semi.
“Sully.. “
teriak Krystal memanggilku.
Ya, namaku Sully, Kim Sully, siswi SMA kelas 2C. Krystal,
dia teman baikku. Sejak SD, SMP hingga SMA kami selalu satu sekolah, tahun ini
kali pertama aku tidak satu kelas dengannya.
“Kamu udah
selesai makan? Ihhh cepatnya” Tanya ku kagum.
“Iya sudah”
jawabnya sambil tertawa.
“Eh, itu
Ryan” sambung Krystal.
Ryan ialah
senior kami, dia sangat manis dan juga sopan. Aku akan tersenyum hanya
dengan mengingatnya. Ryan sedang berjalan di koridor menuju kelasnya 3B. Sebelum naik ke tangga dia terlihat menatap ke arah kami.
Tiba-tiba Krystal berbisik padaku
“Aku lihat,
kamu lihat juga ?”.
Kata-katanya
membuatku sedikit tersentak dari lamunanku akan Ryan tadi.
“Kamu
ngomong apaan sih? Jangan horor siang-siang begini” balasku.
Akupun beranjak kembali ke kelas bersama Krystal.
Di kelas
sedang belajar bahasa inggris, di saat yang lain sedang fokus menyimak
pelajaran aku malah kebelet ingin buang air kecil.
“Excuse me,
mom. Could I go to toilet?” Tanya ku pada guru kami.
“Yes, Please”.
Segera aku berlari dengan tergesa-gesa menuju toilet.
Ketika melewati kelas 3B, aku teringat Ryan, perlahan aku mundur beberapa
langkah.
“Itu Ryan”
ucapku dalam hati.
Namun, sebelum aku beranjak pergi dia melihat dan
tersenyum ke arah ku. Aku segera melihat ke sekeliling.
“Dia
tersenyum ke siapa?” tanya ku dalam hati.
Kembali aku menatapnya, dia terus memandangku seperti
menunggu sesuatu. Hingga akhirnya aku tersenyum membalas senyumnya. Kembali dia
tersenyum ke arahku, akupun merasa lega. Segera aku kembali berlari ke toilet
dengan terburu-buru.
Hari
baru, hari ini seperti biasanya, duduk memakan bekal makan siang di taman.
Tapi, kali ini tanpa Krystal karena dia harus pergi ke makam ibunya.
“Hari ini
pasti sepi tanpa Krystal” ucapku, sambil memandang bunga sakura yang kuncupnya
sudah mulai mekar.
Tiba-tiba suara lembut itu memecah keheningan.
“Tidak akan
sesepi itu” ucapnya.
Aku berbalik dan ya.. itu Ryan.
“Kamu sangat
suka taman yah?” sambungnya.
Aku hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala.
“Bekal makan
siangmu apa?” tanyanya dengan manis.
“Nasi omlet,
chicken teriyaki, yakiniku, roll egg dan miso soup”.
“Kamu yang
buat?” Tanya Ryan.
“Iya”
jawabku dengan wajah yang memerah.
“Aku juga
suka masak” balas Ryan.
Terdengar
suara seseorang yang memanggil Ryan dari kejauhan. Dia Luna, salah satu atlit
Kendo sekolah kami sama seperti Ryan. Dia dan Ryan sangat dekat, banyak yang
bilang mereka seperti saudara karena memiliki banyak kesamaan. Tapi tetap saja
menurutku tidak, Luna itu sedikit angkuh, jauh berbeda dengan Ryan yang ramah.
“Ryan kita
dipanggil Sensei buat ngelatih Junior” sambung Luna.
“Iya” jawab
Ryan sambil tersenyum.
Ryan memandang ke arah ku
“Aku akan
pergi, makasih udah nemenin ngobrol”ucap Ryan.
Dalam perjalanan pulang aku sempat berfikir tentang Luna
yang menarik tangan Ryan pergi, juga senyum manis Ryan yang ternyata bukan cuma
untukku. Sepertinya
aku tidak biasa berharap banyak.
Pagi yang
cerah menyapa, membuatku yakin hari ini sekolah akan jauh lebih
menyenangkan. Belum selesai aku memakai sepatu,
terdengar suara Krystal memanggilku. Aku berlari keluar rumah.
“Ibu, aku
berangkat”
“Krystal..
kamu sudah pulang dari Osaka?” tanyaku.
“Iya, tadi
malam” jawab Krystal.
“Astaga..
Ipod ku tertinggal” teriak Krysral panik.
Dia memang tidak pernah terpisah dari ipodnya itu.
“Pinjam
sepedamu dulu yah!” mintanya sambil mengayuh sepeda dengan terburu-buru.
Aku hanya dapat tersenyum melihat tingkahnya itu.
Sesampainya
di sekolah bel telah berbunyi, aku pun bergegas ke kelas. Tapi, langkahku
terhenti ketika Krystal berkata
“Sully, aku
ada oleh-oleh dari Osaka, aku kasih saat istirahat makan siang yah” ucapnya
sambil tersenyum.
Bel
istirahat berbunyi, akupun telah selesai dengan bekalku. Tapi, Krystal belum
datang juga. Bunga sakura tempatku biasa duduk makan siang sudah bermekaran
dengan cantiknya. Aku menutup mata menikmati aroma musim semi.
“Hai.. “
Aku terkejut mendengar suara Krystal. Dia menatapku
dengan mata yang berbinar-binar sambil menggenggam sesuatu di tangannya.
“Cincin?”
tanyaku binggung.
“Ini bukan
cincin sembarangan tau.. ini.. ini.. ini“ ucap Krystal untuk buatku penasaran.
“Ini apa
sih, kasih tau?” ucapku penuh rasa ingin tahu, dia benar-benar sukses membuatku
penasaran.
“Ini Cincin
Malaikat” jawab Krystal nyaris berbisik.
“Heeeh? Yakin
ngga’ berlebihan bilang itu Cincin Malaikat? Idiihh, ada-ada aja nah”
Di saat bersamaan terlihat Ryan dan Luna yang masih
mengenakan baju Kendo berjalan bersama. Mereka terlihat sangat serasi, sedikit
sulit untukku. Apa yang dikatakan Krystal pun tidak lagi aku dengarkan. Krystal
menepuk bahu ku sambil berkata
“Kamu suka
Ryan kan?” tunjuknya ke arah Ryan dan Luna.
“Heeh..
kenapa tunjuk-tunjuk sih?” ucapku sambil menarik tangannya pergi.
“Kamu jelas
suka Ryan kan?.. ini bisa di pakai” ucap Krystal sambil mengayun-ayunkan tangan
ku yang menariknya.
“Sinari
cahaya bulan satu malam penuh dan pakailah maka dia akan berbalik menyukaimu”
sambung Krystal dengan suara tegas.
Seketika ku berbalik menatap Krystal, begitu banyak
pertanyaan yang ada di benakku yang tidak dapat terungkapkan.
“Mungkinkah?”
tanyaku.
“Tentu saja
” jawabnya sambil menyodorkan secarik kertas padaku.
Malam
sangat cerah dengan banyak bintang dan bulan yang tampak lebih besar dari
biasanya. Cahaya peraknya masuk dari jendela kamar memenuhi ruangan. Cincin dan
kertas dari Krystal terus kupandang, berfikir akan kata-katanya di taman tadi.
Telah aku putuskan, ku genggam cincin itu dengan erat dan mulai membaca isi kertas itu.
Hanya sebuah cincin biasa
Bersama cahaya
bulan dan jutaan bintang
Setetes ketulusan kasih
Dan sebuah kelapangan jiwa
Kau untukku
“Ryan…” sambungku, sambil meletakkan cincin di jendela kamar.
Pohon sakura
di taman sudah mulai berguguran, musim semi yang menyenangkan.
“Aku tunggu hari ke-3, hari ke-3 setelah semua bunga mekar kan hari yang paling tepat buat nikmatin betapa cantiknya pohon sakura?” ucap Krystal padaku.
“Pohon
sakura itu kasihan yah? setelah seluruh bunganya bermekaran, bukannya 3 hari kemudian bunga-bunga itu akan menghilang, bahkan ngga’ selang beberapa saat setelah bunganya mekar mereka udah mulai berguguran. Bukankah itu artinya bunga sakura
mekar hanya untuk gugur” tuturku panjang lebar.
“Sully, kemana aja kamu pas pelajaran sastra Jepang? kenapa pikiranmu sedangkal ini?” balas Krystal.
“Dangkal?” balasku sambil mengerutkan
mata ke Krystal.
“Yang tadi
kamu bilang, bukannya justru itu
mengambarkan betapa mengagumkannya bunga sakura. Singkatnya gini, Bunga sakura tidak hanya cantik saat mekar bahkan saat
gugurpun juga akan jauh lebih cantik. Nilai filosofinya sangat dalam tau!!” sambung Krystal.
“Benarkah?”
balasku.
“Cincin itu,
kamu pakai kan? Jangan di lepas!” ucap Krystal.
Aku tersenyum sambil menunjukkan jari manisku yang mengenakan
cincin
itu.
“Tapi
longgar, ini ukuran siapa, ukuran mu kan? Dasar gendut” ucapku menggoda
Krystal.
Ketika
kembali ke kelas, aku menemukan sebuah kertas di dalam tasku.
Pulang sekolah aku mau ngobrol, aku tunggu di taman.
Ryan :)
“Ini dari
Ryan?” ucapku dalam hati.
Aku memandang cincin di tanganku
“Mungkinkah?”
Aku terkejut mendengar suara yang nyaris berteriak ke
arah ku.
“Sully, ada
yang ingin di tanyakan?” Tanya guru matematika yang sedang mengajar.
“Ya ampun,
aku pikir aku berbicara dalam hati” ucapku berbisik sambil tersenyum malu.
Aku berjalan
dengan pelan di koridor. Dari jauh terlihat Ryan yang sedang berdiri di bawah
pohon sakura.
“Ryan..”
ucapku.
Dia kelihatan sedikit terkejut.
“Sully,
aku pikir kamu ngga’ bakalan datang” balas Ryan.
“Bagaimana
mungkin” jawabku.
Dan tanpa disangka kami mengatakan satu kata bersamaan
yang membuat kami sedikit canggung.
“Aku” kata itu yang
terucap.
Entah apa yang ingin di katakana Ryan padaku
“Kamu
duluan!” ucapku
“ Aku..
aku.. aku suka”
ucap Ryan terbata-bata
“Aku suka
makan ramen”
lanjutnya
Aku tertawa mendengar apa yang dia ucapkan.
“Kamu
lagi!” ucap
Ryan.
“Mm.. Aku juga suka” balasku
“Aku juga suka
makan ramen”
lanjutku lagi.
Dia
tersenyum dengan wajah merah, senyum tulus yang selalu ingin aku lihat dari
dekat, seperti saat ini.
“Aku mau pergi makan ramen” ucap Ryan.
“Sendirian?”
tanyaku.
“Mau
temenin aku makan ramen?” balas Ryan bertanya padaku.
Dengan
segera aku menjawab “Mau”
Kami tiba di
sebuah kedai Ramen.
“Selamat datang”
sapa paman pemilik kedai.
Dia dan Ryan tampak akrab, sepertinya Ryan sering makan
ramen disini.
“Seperti
biasanya yah paman, 2 porsi”ucap Ryan
“Sering ke
sini yah?” tanyaku padanya.
“Iya, ramen
disini enak sekali” jawabnya dengan mata yang berbinar sambil mengacungkan
kedua jempol.
Ini pertama kalinya aku dan Ryan makan bersama. Tidak pernah
terfikir olehku ini mungkin terjadi.
“Ramen
tadi benar-benar enak” ucapku padanya.
“Benarkah?
Tentu saja” balasnya sambil tersenyum.
“Aku
antar pulang yah?” sambungnya.
Aku terdiam menatap matanya yang menatapku lembut.
“Iya”
jawabku.
Ku buka pintu rumah, kaki ku rasanya tidak ingin melangkah pergi meninggalkan Ryan. Yang ada
di pikiran ku adalah kapan aku dan dia bisa bersama seperti ini lagi, apa
setelah ini semua akan berakhir sampai disini?.
Tiba-tiba
“Sully!!” Ryan berteriak memanggilku
“Besok jam 3, Taman Sakura di dekat stasiun, aku tunggu yah!”
Aku tersenyum dan memberikan isyarat tangan padanya.
“jam 3”
ucapku pelan nyaris berbisik sambil mengangkat ketiga jariku.
Pagi yang
cerah, aku terbangun dari tidurku.
“Cincin ini “Cincin Malaikat”, beneran ngga’
sih?”ucapku sambil memikirkan kejadian bersama Ryan kemarin.
Cincin itu sepertinya memang cincin malaikat pikirku
sambil menatap cincin longgar yang ada di jari manisku.
“Sully,
sudah bangun? Cepat mandi, lalu sarapan!” teriak ibuku dari ruang makan.
“Iya, bu”
jawabku.
Aku dan
Krystal sedang makan bekal makan siang di taman. Krystal sangat terkejut
mendengar cerita ku soal Ryan.
“Jadi
kalian makan ramen sama-sama? Curang aku kan juga suka ramen” canda Krystal
“Aku
engga’ nyangka deh cincin ini secepat itu bereaksi” ucapku.
“Aku
juga ngga’ percaya” balas Krystal.
“Heeh..
gimana sih kamu ini, bukannya kamu yang ngasih?” sanggahku.
Krystal
hanya membalas perkataanku dengan senyuman.
Sudah
hampir jam 3, aku masih sibuk memilih baju mana yang akan ku kenakan, dan aku
memilih satu baju yang kurasa tepat. Aku pun sempat memikirkan Ryan akan pakai baju apa
nanti, karena ini kali pertama kami bertemu tanpa mengenakan seragam sekolah.
Sesampaiku di Taman Sakura, aku melihat ke sekeliling tapi Ryan sepertinya
belum datang. Taman sangat sesak dipenuhi banyak pengunjung, baru teringat
olehku bahwa ini adalah hari ke-3 paska mekarnya bunga sakura. Hari ke-3 paska
mekarnya bunga sakura adalah fase tercantik bunga sakura karena pada hari ini
semua bunga dari pohonnya akan berguguran dan inilah yang dinanti-nantikan
masyarakat Jepang kebanyakan, untuk diabadikan dengan berfoto di bawah sakura
yang berguguran.
“Sully”
teriak seseorang memanggilku dari kejauhan.
“Nah,
itu Ryan” ucapku sambil melambaikan tangan padanya.
Dia sangat manis dengan atasan kaos Louie V berwarna
putih dan skinny jeans biru yang ia kenakan, manis dan kece di saat yang
bersamaan. Dengan senyum tulusnya dia berjalan mendekatiku.
“Ayo! Jalan
ke sana, di sana pohon sakuranya besar banget” ucapnya antusias.
“Iya”
Kami pun
berjalan menikmati indahnya pohon sakura, dan Ryan juga mentraktirku ice cream
dia mengatakan dia juga sering beli ice cream di situ, sepertinya dia memang tukang jajan. Lalu ketika kembali melanjutkan berkeliling ke bagian taman yang
lain,
Ryan menggapai tanganku dan menggenggamnya erat. Meski terus berjalan mengelilingi taman, namun bukan lagi bunga sakura yang menarik perhatianku. Aku sibuk dengan jantungku yang
berdebar. Tiba-tiba aku tertabrak seseorang, aku merasakan cincin itu terlepas
dari tanganku dan di saat yang
bersamaan genggaman Ryanpun ikut terlepas. Aku kehilangan keduanya,
aku benar-benar merasa sendirian.
Aku berhenti
dari tangisku, ketika aku membuka mata ternyata aku telah berada di bawah pohon
sakura di taman sekolah. Tidak terasa aku telah berjalan ke sekolah dan duduk
menangis di sini.
“Benar-benar
memalukan, kenapa aku sebodoh ini? Harusnya dari awal memang ngga’ perlu” ucapku sambil menangis tersedu-sedu.
“Kenapa kamu
ninggalin aku?” suara Ryan terdengar olehku.
Tapi
aku berpikir, itu tidak mungkin dia dan pasti hanyalah ilusiku saja.
Namun, ketika aku berbalik untuk memastikan, ternyata itu benar Ryan.
“Bagaimana
kamu bisa ada disini?” tanyaku.
“Bukankah
harusnya aku yang bertanya, Sully?”
“Bagaimana
kamu biasa ada sini? Menangis meninggalkan aku sendiri” sambungnya.
Aku
berhenti menangis dan terdiam tanpa sepatah katapun yang bisa terucap,
perasaanku bercampur aduk tidak karuan karena Ryan.
“Kamu
tau ngga’ perasaan aku waktu kamu ngelepasin genggaman tangan aku? Rasanya tuh
kaya ditolak mentah-mentah” Ucap Ryan.
“Itu
bukan” belum sempat aku menyelesaikan perkataanku Ryan langsung memotong.
“Terlebih
lagi kamu pergi ninggalin aku, ngga jelas mau kemana? Kenapa? Dan bagaimana bisa
kamu setega itu?” ucapnya. Tatapan matanya yang lembut itu seperti tidak
lagi mampu diarahkan padaku, dia yang seperti itu buatku kembali menangis.
“Maafin aku, cincin itu aku menghilangkannya” ucapku sambil
menangis.
Ryan
menempatkan tangannya di bahuku. Terlihat jelas dia sama sekali tidak mengerti
dengan apa yang aku katakan.
“Kamu
ngomong apaan sih? Maksudnya apa, Sully?”
Tanyanya.
“Aku
pakai cincin itu supaya kamu suka aku Ryan” jawabku
Dia tertunduk dan terdiam seolah mencoba menerjemahkan
maksud perkataan ku yang sedang menangis.
“Aku
memakainya sejak kemarin dan aku memang cuma seorang pembohong, kalo kamu benci
sama aku, aku ngga’ bakalan marah, aku juga ngga’ bakalan balik benci sama kamu Ryan.. Aku”
“Dasar
bodoh!!” potong
Ryan berteriak..
Aku berhenti dari tangisku, ini pertama kalinya aku
melihatnya marah. Dia terdiam menatapku.
“Aku
menyukaimu sejak dulu, sejak pertama” ucapnya.
Aku terdiam mendengar perkataannya yang mengejutkan hati.
“Mungkinkah
dia menyukaiku?”
Dia
menyentuh tanganku dan berkata “Jangan pernah lepaskan tangan ini!”
HP ku
berbunyi, ada sms Krystal.
Sully, maaf yah
sebelumnya. Sebenarnya cincin itu, aku cuma bohong. Aku yakin banget serius, kalian itu saling suka. Tapi, cuma kurang satu hal aja kepercayaan akan
cinta. Aseek!!
Aku terdiam menatap Ryan. Dia lalu membaca sms Krystal
itu. Dia memandangku lalu tersenyum dan
memelukku sambil berkata.
“Percayalah!”
ucapnya.
“Sudah yah,
jangan nangis-nangis lagi! Cengeng banget sih” lanjut Ryan.
“ngga’papa
kali!” balasku.
“Kita harus
percaya cinta kan? Aku yakin”
Sangat sulit untuk di percaya tapi inilah kenyataannya.
TAMAT
Oleh
: Marga Rita XII IPA 1